Senin, 19 Maret 2012

PENYAKIT ISKEMI JANTUNG

DEFINISI

Penyakit iskemia jantung (Ischemic heart disease, ISD), juga dikenal sebagai penyakit arteri koroner (coronary artery disease, CAD), didefinisikan sebagai kurangnya oksigen dan penurunan atau tidak ada aliran darah ke myocardium sebagai akibat dari penyempitan atau obstruksi arteri koroner. IHD bisa muncul sebagai sindroma koroner akut (acute, coronary syndrome, ACS), yang termasuk angina pectoris tidak stabil dan infark myocardia akut (acute myocardiac infarct, AMI) yang dihubungkan dengan perubahan ECG pada ST-segment elevation (STEMI) atau non-ST-segment elevation (NSTEMI). IHD bisa juga muncul sebagai angina latihan kronik yang stabil, iskemi tanpa simtom, atau iskemi karena vasospasme arteri koroner (angina varian atau angina Prinzmetal).

PATOFISIOLOGI

  • Penentuan utama dari kebutuhan oksigen myocardia (myocardial oxygen demand, MVO2) adalah denyut jantung, kontraktilitas, dan regangan dinding intramyocardial selama sistol. Regangan dinding dianggap sebagai faktor paling penting. Karena konsekuensi IHD biasanya sebagai akibat dari peningkatan kebutuhan supply oksigen tetap, perubahan MVO2 penting pada pembentukan iskemi dan untuk intervensi yang dilakukan untuk meringankannya.
  • Perhitungan tidak langsung MVO2 yaitu double product (DP), adalah heart rate HR) dikalikan systolic blood presure (SBP) (DP = HR x SBP). DP tidak menyertakan perubahan pada kontraktilitas (suatu variabel independen), dan karena hanya perubahan pada tekanan yang dipertimbangkan, volume yang dimasukkan pada ventrikel kiri dan peningkatan MVO2 terkait dengan dilasi ventricular diabaikan.
  • Tingkatan tahanan pembuluh dalam mengirimkan darah ke myocardium serta MVO2 merupakan penentuan utama untuk terjadinya iskemi.
  • Sistem koroner normal termasuk epicardial besar atau pembuluh permukaan (R1), yang memberikan sedikit tahanan terhadap aliran myocardial, dan intramyocardial arteri dan arteriol (R2), yang bercabang ke jaringan kapiler yang padat untuk mensuplai aliran darah basal. Pada kondisi normal, tahanan pada R2 lebih hebat dari R1. Aliran darah myocardial berbanding terbalik dengan tahanan arteriolar dan berbanding lurus dengan coronary driving pressure.
  • Lesi ateriosklerosis menutup R1 menyebabkan peningkatan tahanan arteriolar, dan pada R2 terjadi vasodilatasi untuk mempertahankan aliran darah. Dengan obstruksi yang lebih parah, respon ini tidak cukup, aliran koroner oleh vasodilatasi R2 tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan osigen. Stenosis yang relatif parah (>70%) bisa merangsang terjadinya iskemi dan simtom sewaktu istirahat, dimana pada stenosis yang kurang parah tetap tersedia cadangan aliran darah untuk latihan/aktivitas (exertion).
  • Diameter dan panjang lesi obstruksi dan pengaruh turunnya tekanan pada area stenosis juga mempengaruhi aliran darah koroner dan fungsi sirkulasi kolateral. Obstruksi koroner dinamis bisa terjadi pada pembuluh normal dan pembuluh dengan stenosis dimana vasomotion atau kejang bisa terjadi pada stenosis yang tetap. Iskemi yang bertahan bisa merangsang perkembangan aliran darah kolateral.
  • Stenosis kritis terjadi ketika lesi obstruksi berkembang pada diameter luminal dan melebihi 70%. Lesi menyebabkan obstruksi 50-70% bisa mengurangi aliran darah, tapi obstruksi ini tidak konsisten, dan vasospasme dan trombosis pada lesi ‘non-kritis’ bisa menyebabkan kejadian klinis sepertui AMI. Jika lesi membesar sampai 80-90%, tahanan pada pembuluh itu berlipat tiga. Coronary reserve berkurang pada sekitar 85% obstruksi karena vasokontriksi.
  • Kelainan kontraksi ventricular bisa terjadi, dan hilangnya kontraktilitas setempat bisa memperberat beban jaringan myocardial yang tersisa, sehingga terjadi gagal jantung, peningkatan MVO2, dan deplesi cepat cadangan aliran darah. Zona jaringan dengan aliran darah tepi beresiko untuk kerusakan yang lebih parah jika iskemi bertahan atau bertambah parah. Area myocardium non-iskemi bisa mengalami kompensasi atas area yang terkena iskemi dengan meregang lebih hebat dalam usaha menjaga cardiac output. Disfungsi ventricular kiri atau kanan yang muncul bisa dihubungkan dengan temuan klinik berupa S3, dispnea, ortopnea, takikardia, tekanan darah yang fluktuatif, murmur yang segera hilang, dan regurgitasi katup mitral atau trikuspid. Gangguan fungsi diastolik dan sistolik menyebabkan kenaikan tekanan pengisian pada ventrikel kiri.

CRI KLINIK

  • Ciri umum angina pectoris termasuk sensasi tekanan, beban berat, terbakar, atau ketat pada sternum atau disekitarnya. Rasa sakit bisa menyebar sampai ke daerah terbatas lengan kiri, bahu, atau area lain. Sensasi secara bertahap meningkat intensitasnya dan lalu menghilang secara bertahap dengan istrahat. Durasi antara 30 detik dan 30 menit.
  • Faktor pencetus yang umum termasuk latihan, lingkungan yang dingin, takut, marah, dan coitus (hubungan badan). Rasa sakit berkurang dalam 45 detik sampai 5 menit setelah menggunakan nitrogliserin.
  • Pasien dengan angina varian atau angina Prinzmetal yang sekunder setelah spasme koroner biasanya merasakan sakit pada istirahat dan pada jam-jam awal di pagi hari. Rasa sakit biasanya tidak muncul karena latihan atau stress emosional dan tidak hilang dengan istirahat; pola ECG berupa peningkatan ST-segmen karena cedera tersebut bukannya karena depresi.
  • Angina tidak stabil dgolongkan dalam resiko rendah, menengah, tinggi akan short-term death atau MI non-fatal. Ciri angina tidak stabil resiko tinggi termasuk (tapi tidak terbatas pada) : (1) percepatan tempo simtom iskemi yang terjadi pada 48 jam sebelumnya; (2) rasa sakit saat istirahat lebih lama dari 20 menit; (3) usia di atas 75 tahun; (4) perubahan ST-segmen; dan (5) temuan klinik pada edema pulmonal, regurgitasi mitral, S3, rales, hipotensi, bradikardi atau takikardi.
  • Episode iskemi juga bisa tanpa rasa sakit, atau ‘sunyi(silent)’, pada paling tidak 60% pasien, mungkin karena ambang dan toleransi yang lebih tinggi untuk rasa sakit pada pasien yang mengalami rasa sakit lebih sering.

DIAGNOSIS

  • Aspek pentng riwayat klinik termasuk tingkatan sakit dada, faktor pencetus, durasi, penyebaran rasa sakit, dan respon terhadap nitrogliserin atau istirahat. Tampaknya ada sedikit hubungan antara riwayat angina dan tingkat keparahan pembuluh arteri koroner yang terlibat. Sakit dada iskemi bisa mewakili rasa sakit yang muncul dari berbagai sumber non-cardiac, diagnosis sakit angina dari penyebab lain bisa sulit jika hanya menggunakan riwayat.
  • Pasien harus ditanyai mengenai faktor resiko yang dimiliki untuk CHD termasuk merokok, hipertensi, dan diabetes melitus

· Riwayat keluarga yang rinci harus diperoleh yang termasuk informasi mengenai penyakit jantung koroner prematur, hipertensi, kelainan lipid familial, dan diabetes melitus.

· Ada beberapa tanda pada pemeriksaan fisik untuk mengindikasikan CAD. Temuan pada pemeriksaan cardiac termasuk abnormal precordial systolic bulge¸ penurunan intensitas S1, pemisahan paradoksikal dari S2, S3, S4, apical systolic murmur, dan diastolic murmur. Peningkatan denyut jantung atau tekanan darah bisa menghasilkan peningkatan DP dan bisa dihubungkan dengan angina. Dari temuan fisik non kardial bisa disimpulkan adanya penyakit cardiovascular yang signifikan termasuk aneurisme aortic abdominal atau penyakit vascular perifer.

· Tes laboratorium yang disarankan termasuk hemoglobin (untuk memastikan kapasitas pengangkutan oksigen yang cukup), glukosa puasa (untuk memastikan ada tidaknya diabetes), dan panel lipoprotein puasa. Faktor resiko penting pada beberapa pasien bisa termasuk C-reactive protein, level homocysteine, bukti adanya infeksi Chlamydia, dan peningkatan lipopreotein (a), fibrinogen dan plasminogen activator inhibitor. Enzim cardiac semestinya normal pada angina stabil. Troponin T atau I, myoglobin, dan CK-MB bisa meningkat pada angina labil.

· ECG istirahat normal pada sekitar setengah dari pasien dengan angina yang tidak mengalami serangan akut. Tipikal perubahan gelombang ST-T termasuk depresi, inversi gelombang T, dan peningkatan ST-segment. Angina variant dihubungkan dengan peningkatan ST-segmen, dimana iskemi sunyi (silent) bisa menyebabkan peningkatan atau depresi/penekanan. Iskemi yang signfikan dihubungkan dengan depresi ST-segmen >2mm, exertional hypotension, dan pengurangan toleransi terhadap latihan.

· Exercise tolerance (stress) test (ETT) disarankan untuk pasien dengan kemungkinan menengah (intermediet) untuk CAD. Hasil berkorelasi baik dengan kemungkinan terbentuknya angina, terjadinya AMI, dan kematian cardiovascular. Iskemi depresi ST-segmen selama ETT adalah faktor resiko independen untuk kejadian cardiovascular dan mortalitas. Thallium (201Tl) myocardial fusion scintigraphy bisa digunakan bersamaan dengan ETT untuk mendeteksi defek reversibel dan ireversibe; pada aliran darah ke myocardium.

· Radionucleide angiocardiography digunakan untuk mengukur ejection fraction (EF), tampilan ventricular regional, cardiac output, volume ventricular, regurgitasi valvular, asinkron atau abnormalitas gerakan dinding, dan penutupan (shunt) intracardiac.

· Ultrarapid computed tomography bisa mengurangi artifact dari gerakan jantung selama kontraksi dan relaksasi dan memberikan pengukuran semikuantitatif untuk kandungan kalsium pada arteri koroner.

· Echocardiography berguna jika dari riwayat atau temuan fisik diperkirakan terjadi penyakit pericardial valvular atau disfungsi ventricular. Pada pasien yang tidak mampu melakukan latihan, pharmacologic stress echocardiography (seperti, dobutamine, dipyridamole, atau adenosine) bisa mengidentifikasi kelainan yang bisa muncul selama stress.

· Kateterisasi cardiac dan angiography digunakan pada pasien dengan kecurigaan adanyan CAD untuk merekam kehadiran dan tingkat keparahan penyakit dan juga untuk tujuan prognosis. Interventional catheterization digunakan untuk terapi trombolitik pada psien dengan AMI dan untuk mengatur pasien dengan CAD yang signifkan untuk mengurangi obstruksi melalaui percutaneous transluminal coronary angiolasty (PTCA), ateroktomi, perawatan dengan laser, atau penempatan stent.

HASIL YANG DIINGINKAN

Tujuan perawatan adalah untuk mengurangi simtom pasien, menjaga kapasitas fungsional, memperkecil efek samping perawatan, dan mencegah penyakit berkembang menjadi MI.

PERAWATAN

Modifikasi Faktor Resiko

  • Pencegahan primer melalui modifikasi faktor resiko harus secara signifikan mengurangi prevalensi IHD. Intervensi sekunder efektif untuk mengurangi morbiditas dan mortilitas yang mengikuti.
  • Faktor resiko untuk IHD adalah aditif dan bisa digolongkan sebagai bisa diubah atau tidak bisa diubah. Faktor resiko yang tak bisa diubah termasuk jenis kelamin, usia, riwayat keluarga atau komposisi genetik, pengaruh lingkungan, dan, sampai tingkatan tertentu, diabetes melitus. Faktor resiko yang bisa diubah termasuk merokok, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, gaya hidup sedentary, hiperurisemi, faktor psikososial seperi stress dan pola tingkah laku tipe A dan penggunaan obat yang bisa memperburuk seperti progestin, kortikosterod, dan siklosporin. Meski thiazide dan β blocker (nonselektif tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik) bisa meningkatkan kolesterol dan trigliserida 10-20%, dan efek ini bisa fatal, tidak ada bukti dari studi yang telah dilakukan untuk tidak menggunakan obat tersebut.

Terapi Farmakologi

Agen β Adrenergic Blocker

  • Penurunan denyut jantung, kontraktilitas dan tekanan darah mengurangi MVO2 dan kebutuhan oksigen pada pasien dengan angina yang diinduksi usaha (effort). β blocker tidak meningkatkan suplay oksigen dan, pada beberapa perkecualian, stimulasi α-adrenergic bisa menyebabkan vasokontriksi koroner.
  • β blocker memperbaiki simtom pada sekitar 80% pasien dengan chronic exertional stable angina, dan pengukuran objektif pada efek didapatkan perbaikan durasi latihan dan penundaan pada waktu dimana ST-segmen berubah dan mengawali atau membatasi terjadinya simtom. Dengan penggunaan β blocker pasien yang awalnya dibatasi simtom bisa melakukan latihan lebih dan pada akhirnya meningkatkan tampilan cardiovascular melalui efek latihan.
  • Calon ideal untuk pengguna β blocker termasuk pasien yang aktivitas fisiknya merupakan penyebab serangan; mereka yang sebelumnya mengalami hipertensi, aritmia supraventricular, atau post-MI angina; dan mereka dengan ansietas yang dihubungkan dengan episode angina. β blocker bisa digunakan dengan aman pada angina dan gagal jantung.
  • Blockade β efektif pada chronic exertional angina sebagai monoterapi dan dengan kombinasi dengan nitrat dan/atau calcium channel antagonist. β blocker merupakan obat pilihan pertama pada angina kronis yang membutuhkan terapi penjagaan harian karena lebiih efektif dalam mengurangi episode angina sunyi, mengurangi puncak ativitas iskemi di pagi hari, dan mempebaiki mortalitas setelah MI gelombang Q lebih baik dari nitrat atau Ca channel blocker.
  • Jika β blocker tidak efektif atau tidak bisa ditolerir, monoterapi dengan Ca channel blocker atau terapi kombinasi bisa dimulai. Reflek takikardi dari nitrat bisa diatasi dengan terapi β blocker, sehingga menjadi kombiansi yang baik. Pasien dengan angina yang parah, angina istirahat, atau angina varian bisa dirawat lebih baik dengan Ca channel blocker atau nitrat yang kerjanya lama.
  • Dosis awal β blocker sebaiknya pada batas terendah dari dosis biasa dan dititrasi menurut respon. Tujuan perawatan termasuk menurunakan denyut jantung istirahat sampai 50-60 denyut per menit dan membatasi denyut jantung latihan maksimal pada 100 denyutan per menit. Denyut jantung dengan latihan ringan seharusnya tidak lebih dari 20 denyut per menit di atas denyut jantung istirahat (peningkatan 10% dari denyut jantung istirahat).
  • Ada sedikit bukti untuk mendukung superioritas β blocker. Yang waktu paruhnya panjang bisa diberikan lebih jarang, tapi bahkan propanolol bisa diberikan dua kali sehari pada kebanyakan pasien. Aktivitas penstabilan membran tidak relevan pada perawatan angina. Aktivitas simpatomimetik intrinsik tampak berbahaya bagi pasien dengan angina istirahat atau angina istirahat karena pengurangan pada denyut jantung akan dikurangi, sehingga membatasi pengurangan pada MVO2. cardioselective β blocker bisa digunakan pada beberapa pasien untuk memperkecil efek samping seperti spasma bronki, intermittent claudication, dan disfungsi seksual. Kombinasi β non-selektif dan blokade α dengan labetolol bisa berguna pada beberapa pasien dengan cadangan left venticular (LV) marginal.
  • Efek samping blokade β termasuk hipotensi, gagal jantung, bradikardi, heart block, spasme bronki, vasokonstriksi perifer dan intermittent claudication, perubahan metabolisme glukosa, kelelahan, malaise, dan depresi. Penghentian mendadak pada pasien dengan angina telah dihubungkan dengan peningkatan keparahan dan jumlah episode sakit pada MI. Mengurangi terapi selama sekitar 2 hari bisa memperkecil resiko reaksi penghentian jika terapi harus dihentikan.

Nitrat

  • Kerja nitrat tampaknya dipengaruhi secara tidak langsung pengurangan kebutuhan oksigen myocardial sekunder setelah venodilatasi dan dilasi arterial-arteriolar, sehingga terjadi pengurangan pada tekanan (stress) dinding dari pengurangan volume dan tekanan ventricular. Kerja langsung pada sirkulasi koroner termasuk dilasi arteri koroner intramural besar dan kecil, dilasi kolateral, dilasi stenosis arteri koroner, hilangnya tonus normal pada pembuluh yang menyempit, dan hilangnya spasme.
  • Ciri farmakokinetik umum dari nitrat termasuk metabolisme lintas pertama yang besar, waktu paruh yang singkat sampai sangat singkat (kecuali untuk isosorbides mononitrates, ISMN), volume distribusi yang besar, laju kliren yang besar, dan variasi antar individu pada konsentrasi darah atau plasma yang besar. Waktu paruh nitrogliserin adalah 1-5 menit pada berbagai rute, sehingga bisa didapat keuntungan dari sediaan lepas lambat dan transdermal. Isosorbide dinitrates (ISDN) dimetabolisme menjadi isosorbide 2 mono- dan 5-mononitrate (ISMN). ISMN mempunyai waktu paruh sekitar 5 jam dan bisa diberikan sekali atau dua kali sehari, tergantung pada pilihan produk.
  • Terapi nitrat bisa digunakan untuk menghilangkan serangan angina akut, untuk mencegah serangan karena stress atau usaha (effort), atau profilaksis jangka panjang. Produk nitrogliserin sublingual, bukal, atau semprotan disukai untuk mengurangi serangan angina karena absorpsi yang cepat (Tabel 10-1). Simtom bisa dicegah dengan profilaksis produk oral atau transdermal (biasanya dalam kombinasi dengan β blocker atau Ca channel blocker), tapi munculnya toleransi bisa menjadi masalah.
  • Nitorgliserin sublingual 0,3-0,4 mg, mengurangi sakit pada sekitar 75% pasien dalam 3 menit, dengan 15% lainnya hilang rasa sakitnya dalam 5-15 menit. Rasa sakit yang bertahan lebih dari 20-30 menit setelah pemberian dua atau tiga tablet nitrogliserin mungkin merupakan sindrom koroner akut, dan pasien harus mendapatkan bantuan darurat.
  • Produk kunyah, oral, dan transdermal bisa digunakan untuk profilaksis angina jangka panjang. Dosis untuk preparat yang kerjanya lama sebaiknya disesuaikan untuk memberikan respon hemodinamik. Ini membutuhkan dosis ISDN oral dari 10-60 mg setiap 3-4 jam karena toleransi atau FPM. Terapi nitrogliserin transdermal dalam interval (10-12 jamon, 10-12 jam off) bisa menghasilkan perbaikan yang ringan tapi signifikan pada exercise time pada angina stabil kronik.

Tabel 10-1

  • Efek samping termasuk hipotensi postural dengan simtom terkait CNS, reflek takikardi, sakit kepala dan wajah memerah, dan terkadang mual. Hipotensi berlebih bisa menyebabkan MI atau stroke. Efek samping noncardiovascular termasuk kulit kemerahan (terutama dengan nitrogliserin transdermal) dan methemoglobinemia dengan dosis tinggi yang diberikan dalam waktu terbatas.
  • Karena onset dan offset toleransi terhadap nitrat terjadi dengan cepat, ada strategi untuk mecegahnya seperti tidak memberikan nitrat dalam interval 8-12 jam. Sebagai contoh, ISDN sebaiknya tidak boleh digunakan lebih dari 3 kali sehari untuk untuk menghindari toleransi.
  • Nitrat bisa digabungkan dengan obat lain dengan mekanisme kerja yang melengkapi untuk terapi profilaktik kronik. Terapi kombinasi umumnya digunakan pada pasien dengan simtom yang lebih sering atau simtom yang tidak merespon terhadap pemberian β blocker tunggal (nitrat dan β blocker atau Ca channel blocker), pada pasien yang tidak bisa mentolerir β blocker atau Ca channel blocker, dan pasien yang mempunyai vasospasme sehingga supply berkurang (nitrat dan Ca channel blocker).

Ca Channel Antagonis

  • Aksi langsung termasuk vasodilatasi arteriole sistemik dan arteri koroner, sehingga tekanan arteri dan tahanan vascular koroner berkurang dan juga depresi pada kontraktilitas myocardial dan kecepatan konduksi SA dan AV node. Reflek terhadap stimulasi β-adrenergik melampaui efek inotropik negatif, dan depresi kontraktilitas hanya terlihat secara klinik jika terdapat disfungsi LV dan ketika obat inotropik negatif lainnya sedang digunakan.
  • Verapamil dan diltiazem menyebabkan vasodilatasi perifer lebih lemah dari dihydropyridines seperti nifedipine tapi pengurangan konduksi AV node lebih hebat. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien yang sebelumnya mengalami kelainan konduksi atau dengan obat lain dengan sifat kronotropik negatif.
  • MVO2 dikurangi dengan semua Ca channel antagonis terutama karena pengurangan regangan (tension) dinding sekunder setelah pengurangan tekanan arterial. Secara umum, manfaat dari Ca channel antagonis terkait dengan pengurangan MVO2 daripada perbaikan supply oksigen.
  • Kontras dengan β blocker, Ca channel antagonis berpotensi meningkatkan aliran darah koroner melalui area pada pembuluh koroner yang terkena obstruksi dengan ihibisi vasomotion dan vasospasm arteri koroner.
  • Kandidat untuk pemberian Ca channel antagonis termasuk pasien dengan kontraindikasi atau intolerasnsi dengan β blocker, telah mengalami penyakit sistem konduksi (sehingga tidak bisa menggunakan verapamil dan mungkin diltiazem), angina Prinzmetal, penyakit vascular perifer, disfungsi ventricular akut, dan hipertensi. Amiodipine mungkin agen pilihan pada disfungsi ventricular akut, dan dihydropyridine lain sebaiknya digunakan dengan hati-hati jika EF<40%.

Perawatan Stable Exertional Angina Pectoris (Gambar 10-1)

· Setalah menaksir dan mengubah faktor resiko, program latihan rutin harus dilakukan dengan hati-hati secara bertahap dan dengan pengawasan yang cukup untuk meningkatkan fitness cardiovascular dan otot.

· Terapi nitrat sebaiknya menjadi langkah pertama dalam penanganan serangan akut angina stabil kronik jika serangan jarang. Jika angina terjadi tidak lebih dari sekali dalam beberapa hari, pemberian tablet sublingual atau semprotan atau bukal nitrogliserin sudah cukup.

· Untuk profilaksis ketika menjalani aktivitas yang mungkin bisa menyebabkan serangan, nitrogliserin 0,3-0,4 mg sublingual bisa digunakan sekitar 5 menit sebelum aktivitas. Semprotan nitrogliserin bisa berguna ketika ludah yang diproduksi tidak cukup untuk melarutkan nitrogliserin sublingual atau jika pasien mempunyai kesulitan membuka kemasan tablet. Respon biasanya bertahan selama 30 menit.

· Ketika angina terjadi lebih sering dari satu kali sehari, terapi profilaktik kronik harus dimulai. Agen blocking β-adrenergic disukai karena pemberian lebih jarang dan sifat lain (seperti, potensi efek cardioprotective, efek antiaritmia, kurangnya kemungkinan toleransi, manfaat antihipertensi). Dosis yang sesuai sebaiknya ditentukan dengan tujuan untuk denyut jantung dan DP. Agen yang dipilih sebaiknya dipilih yang bisa ditolerir pasien dengan ongkos yang bisa diterima. Pasien yang umumnya merespon baik terhadap blokade β adalah mereka dengan denyut jantung istirahat yang tinggi dan mereka dengan ambang angina yang relatif tetap (yaitu, simtom mereka muncul pada tingkat yang sama dengan latihan atau workload pada dasar yang tetap).

· Ca channel antagonis berpotensi untuk memperbaiki aliran darah koroner melalui vasodilatasi arteri koroner dan juga mengurangi MVO2 dan bisa digunakan daripada β blocker untuk terapi profilaktik kronik. Agen ini sama efektifnya dengan β blocker dan paling berguna pada pasien dengan berbagai ambang untuk exertional angina. Ca antagonis bisa memberikan oksigenasi otot rangka yang lebih baik, sehingga fatigue (kelelahan) bisa berkurang dan toleransi terhadap latihan yang lebih baik. Ca antagonis bisa digunakan dengan aman pada pasien yang kontraindikasi terhadap terapi β blocker. Obat yang tersedia mempunyai efek yang serupa pada penanganan angina stabil kronik. Pasien dengan kelainan konduksi dan disfungsi LV sedang sampai parah (EF <35%) sebaiknya tidak memdapat verapamil, dimana amiodipine bisa digunakan dengan aman pada pasien ini. Diltiazem mempunyai efek signifikan pada AV node dan bisa menimbulkan heart block pada pasien yang mengalami penyakit konduksi atau ketika obat lain dengan efek pada konduksi (seperti, digoksin, β blocker) sedang digunakan. Nifedipine bisa menyebabkan peningkatan denyut jantung yang berlebih, terutama jika pasien tidak menerima β blocker, dan efeknya yang bermanfaat pada MVO2 bisa hilang. Kombinasi calcium channel blocker dan β blocker adalah rasional karena efek hemodinamik Ca antagonis merupakan komplemen terhadap efek blokade β. Tetapi, terapi kombinasi bisa tidak selalu lebih efektif dari terapi agen tunggal.

Gambar 10-1

· Terapi profilaktik kronik dengan nitrogliserin kerja lama (oral atau transdermal), ISDN, ISMN, dan pentaerythritol trinitrate bisa juga efektif ketika angina terjadi lebih dari sekali sehari. Monoterapi dengan nitrat sebaiknya bukan merupkan terapi pertama kecuali β blocker dan Ca channel blocker dikontraindikasikan atau tidak bisa ditolerir. Interval bebas pemberian nitrat selama 8 jam per hari atau lebih lama harus diberikan untuk menjaga efek. Titrasi dosis sebaiknya berdasar pada perubahan pada DP. Pilihan diantara produk nitrat harus berdasar pada pengalaman, harga, dan penerimaan pasien.

Perawatan Angina Pectoris Labil dan NSETEMI

  • Kebanyakan pasien dengan angina labil dan NSTEMI mempunyai aterosklerosis yang signifikan. Munculnya ACS seringkali karena hancurnya plak atherosklerotik dan serangkaian aktivasi platelet dan agregasi, trombosis, dan vasokontriksi koroner sehingga aliran darah koroner turun. Angina labil berbeda dari angina stabil pada kejadian utama yang diperkirakan berupa pengurangan aliran darah koroner daripada peningkatan MVO2.
  • Pengaturan secepat mungkin melibatkan pengelompokan resiko menurut riwayat, pemeriksaan fisik, ECG (dalam 20 menit), dan biomarker cardiac awal sehingga pasien dimasukkan dalam empat kategori: (1) diagnosis non cardiac; (2) agina stabil kronik; (3) kemungkinan ACS; atau (4) ACS. Pasien dengan kemungkinan ACS atau sudah pasti ACS harus dimasukkan ke unit perawatan sakit dada, dimana ECG dan biomarker harus diulangi dalam 6-12 jam. Jika studi lanjutan normal, ETI bisa digunakan untuk mengelompokkan pasien ke kategori resiko rendah atau menengah. Pasien dengan ACS dan peningkatan ST-segmen harus dievaluasi untuk segera diberikan terapi reperfusi (trombolisis atau intervensi koroner primer).
  • Terapi anti iskemi untuk angina labil termasuk istirahat di tempat tidur dengan monitoring berkelanjutan untuk deteksi iskemi dan aritmia, pemberian oksigen jika cyanotic atau hipoksemi, dan pertimbangan untuk segera memberikan nitrogliserin sublingual diikuti nitrogliserin iv, heparin, asparin, β blocker iv, dan morphine sulphate, 2-5 mg iv, jika rasa sakit tidak berkurang dengan nitrate. ACE inhibitor bisa diberikan jika hipertensi atau disfungsi LV bertahan setelah pemberian nitrogliserin dan β blocker. Ca channel blocker masa kerja lama bisa ditambahkan jika perlu atau menggantikan β blocker jika β blocker kontraindikasi.
  • Terapi antitrombotik digunakan berdasar pada kemungkinan untuk ACS. Pasien yang digolongkan dalam mungkin mengalami ACS sebaiknya hanya menerima aspirin. ACS yang sudah pasti bisa dirawat awalnya dengan aspirin bukan salut enterik (kunyah dan telan) 160-325 mg, diikuti aspirin salut enterik atau bukan salut enterik 75-160 mg/hari dan pemberian subcutaneous low-molecular-weight heparin (LMWH) atau unfractioned heparin (UFH) iv. ACS yang sudah pasti dengan iskemi yang berlanjut, faktor resiko tinggi lainnya, atau direncanakan menerima percutaneous coronary intervention (PCI) sebaiknya diberikan aspirin dan LMWH atau UFH dan platelet glycoprotein IIb/IIIa receptor antagonis iv.
  • Intoleransi pasien terhadap aspirin atau yang gagal dengan aspirin bisa menerima clopidogrel 75 mg/hari, atau ticlopidin 250 mg dua kali sehari.
  • Jika PCI direncanakan, aspirin dan clopidogreal (atau ticlopidin) umumnya digunakan selama 1-2 bulan setelah prosedur. Loading doses clopidogrel (300-600 mg) atau ticlopidine (500 mg) digunakan untuk onset efek yang cepat. Clopidogrel lebih disukai dari ticlopidine untuk penempatan stent.
  • UFH biasanya diberikan sebagai iv loading doses 60-70 unit/kg diikuti infusi iv 12-15 unit/kg per jam untuk menjaga aPTT pada 1,5-2,5 kali kontrol.
  • Enoxaprin, 1 mg/kg tiap 12 jam, merupakan LMWH yang secara konsisten mengurangi kematian, MI, dan iskemi berulang sampai tingkatan yang lebih hebat dari UFH. Hasil campuran telah terlihat pada uji klinik dalteparin dan nadroparin.
  • Anti koagulasi jangka panjang dengan warfarin tidak disarankan untuk angina labil/NSTEMI dengan iskemi aktif kecuali terdapat indikasi lain (seperti, fibrilasi atrial, katup jantung mekanis buatan).
  • Trombolisis tidak diindikasikan pada absennya peningkatan ST-segmen aku, MI posterior, atau diperkirakan adanya block baru pada bundle kiri yang terlihat pada ECG.
  • Panduan terkini menyarankan pemberian glycoprotein II­b/IIIa receptor antagonis bersama aspirin dan UFH atau LMWH pada pasien dengan angina labil/NSTEMI dengan iskemi aktif atau faktor resiko tinggi lainnya. Obat in imengurangi tingkat kematian atau MI yang berulang, dan efeknya semakin hebat pada pasien dengan ACS jika PCI dilakukan. Sewaktu tulisan ini dibuat, abciximab dianggap sebagai obat pilihan untuk pasien yang akan menjalani PCI dengan stenting, dan tirofibran serta eptifibatide umumnya lebih disukai untuk pengaturan secara farmakologis untuk ACS. Dosis umumnya sebagai berikut:

o Abciximab : 0,25 mg/kg bolus diikuti infusi 0,125 μg/kg per menit (maksimum 10 μg/kg per menit) selama 12-24 jam;

o Eptifibatide: 180 μg/kg bolus diikuti infusi 2 μg/kg per menit untuk 72-96 jam;

o Tirofibran: 0,4 μg/kg per menit selama 30 menit, diikuti infusi 0,1 μg/kg per menit selama 48-96 jam.

· Jika tiga dosis nitrogliserin sublingual selang 5 menit tidak mengurangi rasa sakit, nitrogliserin iv bisa dimulai pada dosis rendah (5-10 μg/menit) dan diperbesar dengan titrasi 5 μg/menit tiap 3-5 menit sampai simtom reda atau efek samping yang membatasi muncul. Pengurangan pada SBP diharapkan dan semestinya sekitar 25% pengurangan pada rerata tekanan darah arterial atau SBP 100-110 mmHg. Setelah 24 jam bebas simtom, pasien bisa diberikan nitrat oral atau topikal.

· β blocker iv disarankan untuk pasien resiko tinggi (oral untuk pasien resiko menengah dan rendah) jika tidak kontraindikasi. β blocker pada angina labil sedikit mengurangi resiko perkembangan MI tapi belum terlihat mengurangi mortalitas. Regimen serupa dengan yang digunakan untuk MI akut.

· Pasien tidak stabil dengan rasa sakit yang bertahan atau berulang sewaktu menggunakan nitrate atau β blocker sebaiknya menerima Ca channel antagonis. Ca antagonis bisa digunakan untuk mengontrol simtom iskemi yang sedang terjadi atau berulang pada pasien yang telah menerima dosis nitrat dan β blocker yang cukup, dan Ca antagonis bisa paling berguna dalam kombinasi dengan blokade β sebelum perawatan. Nifedipine atau Ca antagonis kerja pendek sebaiknya tidak digunakan pada absennya blokade β. Diltiazem bisa lebih berguna dari agen lain dalam hal angina labil/NSTEMI karena telah terlihat mengurangi reinfark dan angina refrakter.

· Angiografi coroner sebaiknya dipertimbangkan pada grup berikut: (1) pasien yang sudah menerima angioplasty, operasi bypass, atau MI; (2) pasien yang tidak bisa stabil pada terapi medis; (3) pasien dengan opsi tindakan invasif (coronary artery bypass graft [CABG] atau PCI); (4) pasien dengan temuan klinik resiko tinggi atau hasil tes non-invasif; atau (5) pasien dengan gagal jantung signifikan atau disfungsi LV.

· Pada kejadian perpanjangan sakit dada dan perubahan ECG iskemi yang tidak bisa dikurangi dengan terapi nitrat atau Ca channel antagonis, bisa diasumsikan adanya oklusi total pembuluh koroner dan harus diambil langkah untuk mengembalikan aliran darah dengan PCI atau CABG.

Perawatan Spasme Arteri Koroner dan Angina Pectoris Varian.

  • Semua pasien sebaiknya dirawat untuk serangan akut dan menjaga perawatan profilaktik selama 6-12 bulan setelah awal serangan. Faktor yang memperburuk seperti alkohol atau penggunaan kokaine dan merokok sigaret harus dihilangkan.
  • Nitrates adalah pilihan utama pada terapi, dan kebanyakan pasien merespon dengan cepat terhadap nitrogliserin sublingual atau ISDN. Nitrogliserin iv dan intrakoroner bisa berguna pada pasien yang tidak merespon sediaan sublingual.
  • Karena Ca channel antagonis bisa lebih efektif, mempunyai beberapa efek samping serius, dan bisa diberikan lebih jarang dari nitrat, beberapa memilih Ca antagonis sebagai pilihan untuk angina varian. Keefektifan Nifedipine, verapamil dan diltiazem sama sebagai agen tunggal untuk penanganan awal.pasien yang tidak merespon Ca antagonis tunggal bisa ditambahkan nitrat. Terapi kombinasi dengan nifedipine dan diltiazem atau nifedipine dan verapamil telah dilaporkan berguna pada pasien yang tidak merespon regimen obat tunggal.
  • β blocker mempunyai peran sedikit atau tidak sama sekali pada penanganan angina varian karena mereka bisa menginduksi vasokontriksi koroner dan memperpanjnag iskemi.

EVALUASI HASIL TERAPI

  • pengukuran subjektif terhadap respon obat termasuk jumlah episode rasa sakit, jumlah nitrogliserin kerja cepat yang dikonsumsi, dan perubahan aktivitas pada kehidupan keseharian pasien (seperti, waktu yang dibutuhkan untuk mengelilingi dua jalan, jumlah tangga yang didaki tanpa merasa sakit).
  • Pengukuran klinik objektif pada respon termasuk denyut jantung, tekanan darah, dan DP sebagai ukuran atas MVO2. nitrat bisa meningkatkan denyut jantung tapi menurunkan SBP, dimana Ca channel blocker dan β blocker mengurangi DP.
  • Penaksiran objektif juga termasuk tingkat perubahan ECG sewaktu istirahat, selama latihan, atau dengan monitoring ECG ambulatory.
  • Monitoring untuk efek samping utama sebaiknya dilakukan; ini termasuk sakit kepala dan pusing sewaktu menggunakan nitrat; kelelahan (fatigue) sewaktu menggunakan β blocker; serta edema perifer, konstipasi, dan pusing sewaktu menggunakan Ca channel blocker.
  • ECG sangat berguna, terutama jika pasien mengalami sakit pada dada atau simtom lain yang diperkirakan karena iskemi. Penyimpangan ST-segmen sangat penting, dan tingkat penyimpangannya terkait dengan tingkat keparahan iskemi.
  • ETT bisa juga digunakan untuk mengevaluasi respon kepada terapi, tapi biaya dan waktu yang dibutuhkan menyebabkan tes ini tidak dilakukan rutin.
  • Kateterisasi cardiac, radionuclide scan, dan echocardiography digunakan terutama untuk penggolongan resiko dan pemilihan pasien untuk prosedur yang lebih invasif daripada sekedar untuk monitoring terapi.
  • Rencana lengkap termasuk monitoring ancillary (pendukung) untuk profil lipid, glukosa plasma sewaktu puasa, tes fungsi tiroid, hemoglobin/hemotocrti, dan elektrolit.
  • Untuk angina varian, pengurangan simtom dan konsumsi nitrogliserin sebagaimana terekam pada diari pasien bisa membantu interpretasi data objektif yang didapat dari rekamam ambulatory ECG. Bukti adanya efek termasuk berkurangnya kejadian iskemi, depresi dan peningkatan ST-segment. Bukti tambahan adalah pengurangan jumlah serangan angina yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, dan absennya MI dan mati mendadak.

2 komentar: